Home » » Anjing dan babi adalah najis berat dan bagaimana cara memcucinya

Anjing dan babi adalah najis berat dan bagaimana cara memcucinya

Posted by Lentera Hati Manusia adalah Qolbu on Jumat, 01 Juli 2011


Fikih Keseharian seri ke-37

Oleh KH. A. Mustofa Bisri


Tanya:

Saya ingin sekali mengajukan pertanyaan kepada Bapak atau para ulama, yang mau memberi jawaban yang jelas dan mantap menurut agama Islam. Anjing dan babi adalah najis berat, dan saya sendiri sudah mempercayainya. Yang ingin saya tanyakan adalah:

  1. Sampai di mana unsur-unsur anjing dan babi yang dapat membuat kita najis?
  2. Bagaimana bila pakaian terkena najis anjing. Apakah wajib dicuci 7 kali dan di antaranya memakai tanah yang bercampur air secara merata?
  3. Bagaimanakah bila suatu tempat terkena najis anjing dan sudah dibersihkan dengan air saja, lalu kita memakainya, misalnya ember pernah terkena najis anjing, lalu kita membersihkannya dengan air saja, lalu kita memakainya untuk mencuci, apakah pakaian kita menjadi najis?
  4. Benarkah bila kita terkena bulu anjing yang kering tidak najis? Apa alasannya?

Demikian pertanyaan saya, semoga diperhatikan dan atas jawabannya saya ucapkan banyak terima kasih.


Harnawi

Solo Baru, Sukoharjo


Jawab:

  1. Kenajisan anjing bermula dari hadis Nabi Saw. muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah:
    "Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: 'Apabila seekor anjing meminum (jawa: ngokop) wadah (bejana) salah seorang diantara kamu, maka hendaklah ia mencucinya tujuh kali.'"
    Lafal hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dan Ahmad juga dari Shahabat Abu Hurairah r.a. berbunyi:
    "Apabila seekor anjing menjilati wadah salah seorang di antara kamu, maka hendaklah ia menumpahkan (membuang) isinya, lalu mencucinya tujuh kali"
    Di dalam riwayat yang lain, juga oleh Imam Muslim Rasulullah Saw. bersabda:
    "Sucinya wadah salah seorang di antara kamu jika anjing menjilatinya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah/pasir."
    (Konon terbukti bahwa dalam air liur anjing terdapat bakteri yang hanya dapat dimatikan oleh tanah yang dicampur air. Baca Ibanat al-Ahkam I/43).
    Di samping itu masih ada hadis yang serupa dari riwayat Abu Daud, at-Turmudzi, dan lain-lain (Lihat Sahih Muslim jilid I, bab Hukmi Wuluughi al-Kalbi dan Nail al-Authaar jilid I hal. 41-46). Kemudian ulama, kecuali Malikiyah, sepakat bahwa semua cairan yang menetes dari anjing, seperti air liur, air mata, ingus, keringat, hukumnya najis. (Baca Ensiklopedi Ijmak hal 49, Kitab al-Fiqhu 'alaa Madzaahib al-Arba'ah jilid I hal 11). Menurut jumhur ulama, bukan hanya cairan yang menetes saja, tapi semua bagian dari anjing termasuk bulunya adalah najis (lihat Nail al-Authaar jilid I hal 43, Kitab al-Umm jilid I hal 5. dan Kifayat al-Akhyaar jilid I hal. 71).
  2. Ya, Tapi menurut saya, lebih layak yang menggunakan sabun sebagai gantinya tanah/pasir. Kan pakaian malah menjadi 'kotor' bila dicuci dengan tanah? lain halnya dengan periuk misalnya.
  3. Wadah terkena najis anjing yang sudah dicuci tujuh kali dengan air, tapi tanpa tanah, menurut Jumhur Ulama belum suci sesuai hadis-hadis yang sudah saya sebutkan tadi di atas. Sehingga pakaian yang dicuci di wadah tersebut ya mutanajis, ikut terkena najis. Berbeda dengan pendapat Imam Malik yang memang sejak semula tidak menganggap anjing itu najis dan mencuci tujuh kali --tanpa tanah-- itu semata-mata laku ta'abbudi, hanya untuk mendapatkan pahala. (Lebih lanjut bacalah KItab al-Fiqhu 'alaa al-Madzaahib al-Arba'ah jilid I hal 11 dan Ibanat al-Ahkam jilid I hal 44)
  4. Khusus untuk anjing --selain Kalb as-Shaid, anjing perburuan-- saya belum tahu ada yang mengatakan tidak najis bulunya bila kering, kecuali dalam Fikih Hanbali yang menyatakan bahwa hanya yang dijilat anjing saja yang "najis berat" (baca Al-Muhalla jilid I hal 142) dan madzhab Maliki yang memang sejak mula menyatakan anjing itu tidak najis. (Lihat misalnya, Kitab al-Kaafi jilid I hal 161).
Wallaahu A'lam bishshawaab


0 comments:

Posting Komentar

.comment-content a {display: none;}