Home » » KENAPA DARAH SELALU KELUAR SETIAP HARI APABILA SUNTIK KB

KENAPA DARAH SELALU KELUAR SETIAP HARI APABILA SUNTIK KB

Posted by Lentera Hati Manusia adalah Qolbu on Kamis, 07 Juli 2011

Fikih Keseharian seri ke-40
Oleh KH. A. Mustofa Bisri
 
Tanya:
Pak Mus, saya adalah seorang akseptor KB suntik. Saya mempunyai persoalan: akibat suntik KB, sekarang ini 'datang bulan' (haid) saya tidak normal. Hampir setiap hari darah keluar, meskipun sedikit sekali. Untuk membedakan apakah itu darah haid atau bukan, saya tidak tahu.
 
Yang saya tanyakan: Bagaimana dengan ibadah saya, terutama shalat dan puasa saya? Sahkah atau tidak?
 
Yang saya lakukan kemarin, saya mengambil kebiasaan setiap datang bulan, biasanya tujuh hari. Sesudah "bersih" kemudian melakukan shalat. Dan apakah benar KB dengan IUD (spiral) itu haram munurut hukum Islam? Mohon penjelasan dan terima kasih.
 
Bu In
Klaten
 
Jawab:
Bu In, seperti kita ketahui, ada tiga macam darah yang keluar dari rahim wanita. Dua di antaranya merupakan hal yang wajar dan normal, yaitu darah haid (darah yang keluar dari wanita dewasa dalam keadaan normal oada waktu-waktu tertentu setiap bulannya); dan nifas (darah yang keluar dari wanita yang melahirkan). Nah, selain itu. ada satu lagi, yang dalam kitab-kitab fikih disebut darah istihadhah, darah yang keluar dalam keadaan tidak normal. Ya seperti yang kini Ibu alami. (Ada yang mengatakan darah istihadhah adalah darah yang keluar tidak pada waktu haid dan nifas).
 
Karena perbedaan wanita yang satu dengan wanita lain dalam kebiasaan haidnya --ada yang sebentar ada yang lama, ada yang teratur ada yang tidak-- maka memang timbul persoalan jika datang pula darah yang lain yang disebut istihadhah tadi, terutama bagi wanita yang "datang bulan"nya tidak teratur.
 
Untuk itu para ulama fikih memerlukan pembahasan dan riset untuk menetapkan batas minimum dan maksimum haid, sehingga para wanita --terutama yang haidnya tidak teratur-- mempunyai pegangan bagi membedakannya dari istihadhah.
 
Rasulullah Saw. sendiri, seperti dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari, an-Nasa'i dan Abu Daud dari 'Aisyah, pernah ditanya seorang wanita:
 
"Fatimah binti al-Hubaisy bertanya pada Nabi Saw., ia berkata (kira-kira seperti Bu In sekarang ini): 'Saya ini haid terus, tidak pernah suci. Apa selamanya saya harus meninggalkan shalat?' Rasulullah Saw. menjawab: 'Tidak, bahwa yang demikian adalah darah karena putus urat, bukan haid. Apabila haid datang tinggalkanlah shalat dan bila ia (haid) pergi (yang berarti haid sudah habis) mandilah dan shalatlah'"
 
Bagi yang sudah mempunyai kebiasaan dan bisa menandai waktunya (seperti Bu In yang mempunyai kebiasaan tujuh hari) ya (tujuh hari) itu saja yang dilarang melakukan ibadah shalat, puasa dan sebagainya.
 
Namun hadis ini, dalam riwayat lain (diriwayatkan at-Turmudzi) ada tambahn sabda Rasul:
 
"Berwudlulah kamu setiap kali shalat sampai datang waktu (haid lagi)"
 
Bagi wanita yang tidak mempunyai kebiasaan demikian, ada hadis (Dari Hamnah binti Jahsyin yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan at-Turmudzi) yang menyuruh :menetapkan" haid enam atau tujuh hari. (Imam Syafi'i, berdasarkan penelitian, menetapkan waktu haid minimal sehari semalam. maksimal 15 hari. Berdasarkan ini, 15 hari itulah waktu haid bagi mereka yang tidak mempunyai kebiasaan tertentu dan tidak bisa membedakan darah yang keluar).
 
Biar lebih komplit (soalnya banyak wanita yang malu bertanya soal yang sebenarnya perlu bagi mereka ini), saya tambahkan sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan an-Nasa'i, yang isinya menjelaskan bagaimana membedakan antara darah haid dan darah yang bukan.
 
"Apabila darah itu darah haid, maka warnanya kehitaman seperti yang sudah dikenal. Jika demikian, maka tinggalkanlah shalat. Akan tetapi jika warnanya lain, maka berwudlulah dan shalatlah"
 
Wa ba'du, jadi apa yang Bu In kerjakan kemarin, berdasarkan keterangan panjang lebar di atas, sudah benar adanya. Hanya perlu diingat itu tadi, hendaknya berwudlu setiap kali akan shalat (Tidak misalnya, berwudlu sekali untuk dua shalat).
 
Adapun pertanyaan Bu In, soa IUD; sebenarnya yang haram bukan spiralnya, tetapi melihat "alat vital" ketika pemasangannya. Padahal melihat "itu" yang boleh hanya suami. Jadi, kalau suami sendiri yang memasang, atau ada hajat yang memaksa (setara penyakit yang harus diobati, misalnya) persoalannya ya sama saja dengan suntik, pil, dan alat kontrasepsi lainnya yang semacam. Wallaahu A'lam.


0 comments:

Posting Komentar

.comment-content a {display: none;}